Today,
Setelah hampir 30 menit Juna menempuh perjalanan ke rumah Arin, akhirnya laki-laki itu sampai juga di depan rumah sang kekasih.
Karin atau akrabnya Arin juga langsung bergegas keluar rumah, membukakan gerbang setelah tau suara khas kendaraan kekasihnya itu telah sampai.
Arin tidak dapat menyembunyikan rasa rindunya pada kekasih yang sudah hampir 2 tahun belakangan ini menemaninya.
Arin menghambur dalam pelukan Juna erat. Menenggelamkan wajahnya cukup lama dalam dada bidang sang kekasihnya itu. Tak peduli dengan dinginnya malam yang membuat bulu kuduknya meremang.
Juna juga sama rindunya dengan Arin, laki-laki berdarah chinese itu memeluk erat kekasihnya seolah sekian lama tahun tak berjumpa.
Juna menangkup pipi gadisnya, memberi kecupan hangat di kening sang kekasih. Jangan tanya perasaan Arin, bunga di taman mungkin tidak akan cukup untuk menggambarkan seberapa megah perasaannya saat ini.
Seperti baterai ponsel yang kembali ter charge full. Kini hanya lekuk senyum yang terus menghiasi pipi gadis itu. Tiga hari tidak diberi kabar, rasanya begitu hampa dan menyakitkan untuk Arin yang hidupnya selalu merasakan kesepian.
“Kangen! Jahat banget sih!!!” Arin memukul lengan Juna kencang, membuat laki-laki itu meringis sambil mengembangkan tawa.
“Siap salah, maaf karena sudah buat tuan putri merindu ya?” katanya yang tiba-tiba dibuat mendramatisir.
Ujung bibir Arin menarik lekukan halus, Ah, Arjuna, laki-laki itu. Dia selalu tau cara bagaimana wanitanya kembali tersenyum dan selalu jatuh dalam pesonannya.
Arin membawa masuk Juna, langkah keduanya beriringan dengan Juna yang tak melepaskan pelukannya.
“Jadi aku doang gitu yang kangen? huh??”
Juna menyelipkan anak rambut Arin yang terlihat sedikit berantakan. Juna selalu berdecak kagum dengan wajah kekasihnya itu yang dengan ataupun tanpa make up baginya tidak ada yang berubah. Cantik, selalu cantik.
“Kangen dong”
Arin memutarkan kedua bola mata cantiknya, mendengus sebal dengan jawaban Juna yang baginya tidak memuaskan.
“Kok gitu mukanya?” tanya Juna, raut wajahnya ikut mengerut bingung.
“Abis kayak orang ngga kangen tuh keliatannya…”
Arin bersedekap dada, bibirnya mempout merajuk.
Juna tau gadisnya sedang merajuk, salah satu cara untuk membuat pacarnya itu luluh ya hanya dengan pelukan.
Juna kembali membawa Arin kedalam pelukannya, kali ini lebih lama. Keduanya saling mengalirkan rasa rindu satu sama lain.
“I miss you…”
“More, sayang….”
Setelah puas dengan rasa rindu yang terbayarkan, Juna menyuruh Arin untuk segera menghabiskan makanan yang dibawanya, selagi masih hangat.
“Pelan-pelan sayang…”
Juna membersihkan sudut bibir Arin yang terlihat belepotan karena saos dan mayonaise yang menempel di sudut bibirnya.
“Kamu tuh di kantor hetic banget ada apa sih?” tanya Arin mulai membuka obrolan serius.
“Ya biasa, ada project, lumayan gede sih projectnya kalo goal aku mungkin bisa di promosiin untuk naik jabatan juga…”
Arin mengangguk mengerti, berusaha menerima alasan kekasihnya itu.
“Makanya aku sampe ngga sempet ngabarin kamu, bukan ngga sempet sih… lebih ke aku yang pusing dan ngerasa ngga pengen ngehubungin siapa-siapa dulu supaya emosi aku stabil juga. Karena beneran sepusing itu aku ngehandle project kali ini… maaf ya kalo kesannya aku egois dan ngga menghargai kamu…”
Juna memberikan belaian halus pada pucuk kepala wanitanya. Berharap pacarnya itu akan mengerti dan menerima semua alasan yang diberikannya. Ada rasa nyeri di uluh hatinya kala menatap manik cantik kekasihnya.
“Tapikan bisa kabarin aku juga kalo semisal kamu lagi butuh waktu buat sendiri…” Arin kembali memasang wajah murung.
“Iya seharusnya ya? maaf ya, aku egois…” Juna menarik sudut bibirnya, tersenyum tipis. Menatap lekat manik cantik gadisnya.
Biar semarah apapun Arin, gadis itu tetap tidak bisa benar-benar marah pada kekasihnya, Arjuna.
“Gimana? dimaafin ngga akunya?”
Runtuh sudah pertahanan Arin, laki-lakinya itu terlalu tidak punya celah untuknya marah berlama-lama atau beradu argument dengannya.
Arin mengangguk, menyimpulkan senyum terbaiknya pada pacar 2 tahunnya itu.
“Gitu dong cantikk” pujinya yang tak berbohong, karena Arin memang selalu cantik di matanya.
“Eh bentar, aku mau nanya sesuatu deh…” potong Arin yang teringat sesuatu tiba-tiba.
Arin membukan ponselnya, beralih pada halaman aplikasi burung biru, atau dikenal dengan nama Twitter.
Tangan lentiknya langsung mengarah pada accoutn pribadi milik Arjuna, sang pacar.
“Ini foto pas kapan?” tanya gadis itu.
Juna terlihat diam sejenak, terbawa dalam pikirannya sesaat. Terlihat sedang mencari jawaban yang pas dari pertanyaan gadisnya.
“Oh ini, baru kok, baru hari ini… sebelum ke rumah kamu memang aku ada ketemu sama temen kantor, biasa bahas urusan kantor juga…” jawabnya penuh keyakinan, Arin sendiri tidak berpikir kalau laki-lakinya berbohong. Arin memang murni menanyakan karena rasa penasaran yang sempat menggerogoti dirinya.
“Kenapa emang?” Juna balik bertanya.
“Oh ngga-ngga, gapapa kok. Aku nanya aja hehe…”
Juna tau ada perasaan yang kekasihnya sedang sembunyikan, terlalu mudah untuknya membaca gelagat kekasih yang sudah 2 tahun bersamanya itu.
“Kenapa? kalo ada yang mau ditanyain, tanyain aja… jangan dipendem sendiri ya?”
Arin mengangguk paham, “Eh— itu sebenernya sih aku nanya itu karena aku sempet curiga ke kamu…”
“Curiga kenapa hm?” tanya si laki-laki lembut.
“Kamu selingkuh hehe…” Juna sedikit terkejut dengan kalimat yang baru saja keluar dari mulut kekasihnya.
“Kenapa bisa mikir gitu?” tanyanya lagi.
“Kamu tau kan sahabat aku Sania? nah dia juga posting foto yang mirip sama kamu di twitter, bukan mirip sih emang di tempat yang sama. Cuma beda pengambilan gambar aja, terus caption kalian sama-sama ada daunnya, jam nya juga berdekatan…” jelas Arin jujur.
Dari penjelasan Arin, Juna mengerti dan paham. Wajar saja Arin bisa berpikiran seperti itu.
“Kamu udah tanya ke yang bersangkutan?”
Arin mengangguk sembari menghabiskan milkshake strawberry miliknya.
“Terus dijawab apa?”
“Foto lama katanya, lagian aku juga yang aneh sih, tempat umum kan wajar orang bisa foto dimana aja kapan aja yakan? akunya aja yang berlebihan ngait-ngaitin. Padahal emang kebetulan aja…” cerocos Arin panjang lebar.
Juna tersenyum, tangannya gemas mencubit pipi kekasihnya.
“Sekarang masih mikir aku selingkuh?” tanya Juna, dijawab dengan gelengan kepala dari Arin.
“Ngga, jangan sampe dong amit-amit!” Juna tertawa setelahnya.
“Aku ke kamar mandi dulu ya, kebelet pipis” kata Juna tiba-tiba beranjak dari sofa. Tanpa perlu persetujuan Arin, laki-laki Bagaskara itu langsung ngibrit berlari ke arah toilet yang sudah dihafalnya.
Fokus Arin kini kembali pada televisi didepannya, pun dengan cemilan ringan yang kini sudah hampir setengah dihabisinya sepanjang mengobrol dengan sang pacar.
Tinggg!
Ponsel Juna memberikan sinyal notifikasi yang masuk dari luar, pandangan Arin yang tadinya fokus kedepan kini jatuh pada layar persegi panjang milik kekasihnya.
Perasaan ingin tau tentu Arin rasakan, tapi gadis itu tidak berani untuk menyentuh ponsel milik kekasihnya sendiri.
00.44 | Kamu masih disana?
Deghhhh…
Siapa???