One Night Stand pt.2

Tak butuh waktu lama, seperti yang dijanjikan Willdan, Keduanya sampai di Apartement milik Willdan tak lebih dari 10 menit.

Berbeda dengan Arin yang sudah kelewat tepar dan mulai ngelantur, Willdan masih kokoh, bahkan untuk membawa Arin ke Apartementnya Willdan harus sedikit memapah jalannya gadis itu.

“Lo bilanghh 10 menithh hahh— kok ngga nyampe nyampe sihhh??” keluh Arin.

Jujur aja, perut Arin sekarang terasa mual, ingin cepat cepat memuntahkan isi perutnya.

Sampai di lantai 19, tepat dimana kamar Apartement Willdan berada.

“Sampai” ucap Willdan namun tidak dihiraukan oleh Arin, yang sibuk dengan rancauan tak jelasnya.

Willdan memasukan codepass Apartement, setelah terbuka Arin langsung menghambur masuk kedalam. Mencari keberadaan toilet, gadis itu sudah tidak tahan dengan mualnya.

“Kamar mandi?????” ucap Arin yang menahan mulutnya dengan kedua tangannya agar tidak memuntahkan isi perutnya sembarangan.

Willdan yang peka, langsung membawa Arin ke arah wastafel di kamar mandinya.

“Hoekkkkk~~ ughhh”

Willdan membantu menepuk-nepuk tengkuk Arin, sedang tangan kirinya menahan helai rambut Arin agar tak menghalangi pandangan gadis tersebut.

Setelah dirasa membaik, Arin membersihkan mulutnya. Beruntung muntahannya tidak mengotori bagian tubuh Arin. Dengan cepat dan tepat Arin memuntahkannya.

Pandangan Arin tiba-tiba jatuh pada kaca besar di depannya, ah laki-laki itu.

Arin menoleh ke arah Willdan yang sedari tadi mentapnya lekat.

Willdan menghapus jarak keduanya, tangannya menangkup kedua pipi Arin bergerak menuju bibir manis gadis tersebut, membersihkan sisa sisa basahan air disana.

Arin bisa merasakan hembusan nafas keduanya berbenturan, tatapan dalam dari Willdan membuat Arin terkunci, Arin tau dirinya dalam bahaya, namun hati dan otaknya tak berjalan dengan semestinya.

Cupp

Arin membulatkan matanya, sementara otaknya merespon dengan cepat untuk hal yang selanjutnya akan terjadi antara dirinya dengan Willdan.

Willdan tak membiarkan kesempatan itu hilang, tak berhenti disitu setelah berhasil mencuri ciuman dari bibir Arin, Willdan mengecup kening Arin, kedua manik cantiknya, sampai pada benda merah muda itu yang entahlah… Willdan dibuat candu.

Perasaan Arin dibuat berantakan, Arin tidak munafik, gadis itu menikmati setiap pungutan Willdan dengannya. Membawa Arin terawan-awan dibuatnya.

Willdan dengan sigap membawa Arin dengan rengkuhannya ala bridal style. Menaruhnya dengan lembut disana. Arin bisa merasakan tatapan laki-laki dihadapannya menggelap, meminta lebih dari apa yang barusan keduanya lakukan.

Willdan kembali mengecup lembut bibir Arin, menjelajah setiap inci bibir yang malam ini membuat dirinya candu. Mengabsen seluruh didalamnya.

Tangan kanannya menarik tengkuk Arin, agar memperdalam ciuman keduanya.

Arin tidak munafik, Willdan mungkin seorang pecium yang handal.

Kegiatan keduanya tak sampai disitu, Willdan semakin liar menuntut lebih. Willdan berdecak kagum pada lekukan indah milik Arin, yang ia rasa tak pernah ia temukan di gadis lain. Willdan tak membiarkan seinci dari lekuk indah Arin ia lewatkan.

Sementara Arin, gadis itu tak bisa menahan gairahnya yang juga tertantang karena permainan Willdan.

“Akkhhh shittt… Will… please…” mohon Arin, saat Willdan mulai menyentuh daerah daerah sensitive miliknya.

“Just relax baby”

Arin memberontak, dirinya tau hal ini tidak seharusnya ia biarkan.

“Willdan please…” Arin menggeleng, menatap penuh pinta, air mata di pelupuknya mulai penuh. Dan hal itu tak membuat Willdan goyah.

Bukan Arwilldan Kavitalan J. namanya jika lemah terhadap wanita.

“Please… lepasin gue…”

“Damn it! Jangan bilang? are u still virgin? lo ngga pernah sebelumnya?” Willdan menatap seolah tak percaya, di era yang seperti ini masih ada wanita yang memilih untuk mempertahankan mahkotanya sebagai wanita.

Sementara Arin sudah menangis dan Willdan enggan mendengarkannya. Ada dua perasaan yang Willdan rasakan, senang dan merasa bersalah di waktu yang bersamaan.

Arin mendorong dada bidang Willdan dari hadapannya, gadis itu merengkuh menangis memeluk tubuhnya sendiri.

“Hey… sorry please…” Willdan berusaha menarik Arin kedalam pelukannya, namun gadis itu menolaknya.

“Maafin gue… gue— gue sama sekali ngga tau… gue pikir lo sama kayak—“

Plakkk

Arin memberikan tamparan keras sebelum laki-laki itu melanjutkan kalimatnya.

“Maafin gue… i didn’t mean it… sorry Karin…” Willdan kembali berusaha memeluk Arin, menciumi punggung polos gadis itu, Willdan jelas sangat terpukul dan bersalah atas ini.

“Aku minta maaf… please…” lirih Willdan menyesal.

“Kita ngga sampai kesana kok— you’re still virgin… just foreplay…” ucap Willdan

“Tinggalin gue please hikss… hikss…” ucap Arin buka suara. Willdan mengangguk menurut.

“Oke…sorry…”

Willdan beranjak dari tempat tidurnya, setelah kembali dengan pakaian lengkap, Willdan memilih untuk berjalan menuju balkon Apartementnya. Membakar lilitan tembakau dan menyesapnya dalam-dalam lalu dihembuskannya ke langit-langit luar.

Sesekali Willdan melirik ke arah Arin yang masih terdengar menangis sesak.

Perasaan bersalah menggerogoti hati kecilnya di waktu yang bersamaan dengan rasa yang entahlah, Willdan tidak bisa mendeskripsikannya.

“Damn it, She’s freaking hot, did i fall in love with her?” gumam Willdan memerangi pikirannya sendiri.

“Arrgggghhh” Willdan mengacak rambutnya frustasi.

“I’ve never felt this before…”