Lepas rindu,

Juna sudah sampai di rumah milik Arin sejak 10 menit yang lalu. Tak ada pelukan, tak ada sambutan hangat dari sang tuan rumah. Hanya tatapan sendu yang Arin perlihatkan di manik cantik miliknya.

Juna masih berusaha mencari atmosfer positive, tidak ingin menyia-nyiakan waktunya dengan Arin terbuang percuma, apalagi dengan keadaan mereka yang rumit sekarang.

Arin masih juga diam, membiarkan laki-laki itu untuk membuka ruang obrolan. Arin hanya memainkan jentik jarinya, tubuh gadis itu tegap namun terlihat tegang jika lekat diperhatikan.

“Aku minta maaf, aku belum bisa nemuin solusi terbaik untuk masalah ini…” Juna terlihat menarik nafasnya panjang sebelum mengatakan hal tersebut. Hal yang sudah Arin sempat duga.

Entah, rasanya begitu sesak untuk Arin mendengar jawaban dari Juna yang tak memberikan impresi melegakan setelah pekan lalu yang nyatanya tak memberikan perubahan.

“Kata lain dari putus…” Arin menatap Juna yang tertunduk duduk disampingnya.

“Bukan, bukan begitu maksud aku rin…” Juna balik menatap si cantik, dengan semua rasa bersalah yang ada pada dirinya.

“Kamu mau kita tetep sama-sama, sementara aku harus terus dihadapkan dengan rasa khawatir dengan hubungan kita. Ini gak adil buat aku Jun…” Arin menahannya sedari tadi, air mata yang ia simpan rapat-rapat. Arin tidak ingin larut dalam tangisnya, itu hanya membuat perasaan gadis itu semakin memburuk. Kali ini gadis itu tidak menangis, melainkan menahannya mati-matian.

“Aku tau ini berat untuk kamu rin…”

“Aku minta maaf…” lirih Arjuna terdengar sangat tulus Arin rasakan. Entah sudah berapa kali Juna mengatakan kalimat ‘Maaf’ padanya, yang masih tak membuahkan hasil.

“Kamu nggak mau kasih tau aku siapa perempuan itu?” Suara Arin terdengar bergetar, Juna tau gadisnya menahan mati-matian tangisnya agar tak tumpah.

Arjuna diam, seolah bibirnya kelu tak mampu menjawab pertanyaan sang kekasih. Bahkan membayangkannya saja Juna tak sanggup, akan sesakit apa nantinya Karin.

“Kamu tuh lagi mempertahankan hubungan kita atau cuma menunda perpisahan aja sih Jun???”

Kalimat yang makin membuat Juna sesak kala gadisnya mempertanyakan hal yang bahkan Juna mungkin tidak bisa menjawabnya.

“Kasih tau aku siapa orangnya Arjuna, siapa ibu dari bayi yang harus kamu pertanggung jawabkan. Aku capek kalo harus nunggu kamu, aku cuma mau pastiin perempuan itu juga baik untuk kamu, mungkin aku akan lebih ikhlas bisa ngelepas kamu Arjuna…”

Pahit memang, namun kalimat barusan memang mantap Arin keluarkan begitu saja. Arin hanya butuh kepastian dari semua kejadian ini, bila baiknya adalah berpisah maka Arin siap melepaskan Arjuna.

“Kasih aku waktu sedikit lagi ya? kamu mau kan?”

Juna meraih pergelangan tangan Arin, mengelusnya lembut. Arin masih melihat cintanya, cinta Juna yang besar untuknya.

“Waktu untuk apalagi…”

“Kamu makin bikin aku bingung harus memposisikan diri aku gimana lagi Juna…”

“Aku boleh peluk kamu? aku kangen… aku minta maaf karena aku belum bisa kasih jawaban untuk kamu saat ini… aku— aku peluk kamu boleh ya?”

Arin tak ingin menahannya, Arin membiarkan rasa rindunya juga tersalur dalam dekap Juna. Laki-laki yang sampai saat ini masih dicintainya entah seberapa banyaknya Juna menggoreskan luka.

“Arin kamu tau kan, aku nggak pernah berniat selingkuh dari kamu…”

“Semua memang salah aku, tapi aku nggak pernah sedikit pun ada niat buat ngehancurin hubungan kita… semua itu kecelakaan yang nggak bisa aku hindarin… aku salah… dan aku mengakuinya kalo aku salah dalam hal ini…”

Malam ini, Arjuna dan Karin melepas kepulangan rindunya. Membiarkan obrolan mereka menggantung, mengisinya dengan peluk hangat keduanya. Jemari keduanya bertaut, seolah menyalurkan energy bahwa semuanya bisa terlewati asal bersama.

Arin tidak tau apakah keputusannya ini tepat atau tidak untuk tetap bersama dengan Juna, gadis itu hanya belum mau mengikhlaskan Juna begitupun sebaliknya. Hubungan yang mereka bangun kurang lebih 2 tahun lamanya mungkin sudah berada di ujung tanduk, tak jelas akhir yang bagaimana yang akan menjadi penutup kisah keduanya.

Arin ingin melepas Juna dengan ikhlas, namun hatinya mungkin harus siap patah untuk kesekian kalinya.