Laut Bercerita

Suasana pagi ini terlihat lebih santai, meskipun ribut-ribut dan misuh pagi hari tetap wajib hukumnya. Ya, gak ribut gak afdol.

“BANG SUMPAH BANG GUE UDAH KEBELET BANGET PLEASE…” teriak Dino menggedor-gedor pintu kamar mandi tak tahan ingin segera membuang hajatnya. Sayangnya kalo udah Mingyu yang pake kamar mandi, sudah dapat dipastikan bisa satu jam bersemedi di dalam.

“Gue baru pake sabun chann!”

Dino tak habis pikir, setelah hampir sepuluh menit menunggu, ternyata Mingyu masih di step sabunan di kamar mandi. Entah nyabunin apa itu orang.

“Bang sumpah bang gue masuk ya? berdua aja, gue gehhh boker doang ini gak bisa ditahan lagi bangg akhh…” ucap Dino memohon dengan sangat amat, karena emang udah fatal berada di ujung tanduk. Bisa aja sih dia berak di celana, cuman kan…

“Kamar mandi sebelah sih chan buset” omel Mingyu dari dalem sana.

“Ada teh yerin bang lagi mandi juga ishh, yakali gue minta barengan disono…” kesalnya. Perdebatan itu tentu didengar yang lain, menimbulkan gelak tawa di pagi hari.

Akhirnya setelah lama berdebat Mingyu terpaksa membukakan pintu kamar mandi, dengan wajah kelewat kesal.

“Tutup mata lo!”

“Siapa juga yang mau liatin lo sih bang…”

“Takut insecure ya lo?” kekeh Dino jahil.

“Sorry super big!”

“Iya dehh…”

plungg…plungg

Akhirnya yang ditunggu-tunggu keluar juga, Dino beneran tutup mata selama mengeluarkan hajat, sementara Mingyu harus mencium aroma sedap sedap enek bercampur wangi sabun itu dalam kamar mandi.


“Udah siap semua kan?” tanya Seungcheol memastikan, direspon anggukan yakin dari yang lain.

“Gak ada yang ketinggalan? lupa sesuatu gitu? mumpung belum jalan, soalnya kita langsung pulang ke jakarta paginya, jadi gue harap gak ada barang penting atau apapun itu yang ketinggalan disini karena udah pasti ribet buat baliknya dan kalopun ada yang ketinggalan udah pasti siap-siap ambil sendiri…” semuanya menyimak ucapan Seungcheol dengan baik, kemudian memastikan kembali barang bawaan masing-masing. Saat dirasa semuanya lengkap mereka segera bergegas memutuskan untuk melanjutkan agenda perjalan hari ini.

Tak lupa sebelum mereka pergi, mereka menyempatkan pamit ke panti terlebih dahulu. Tempat dimana mereka besar dan tumbuh bersama. Dari sanalah mereka semua berasal meski dengan latar belakang dan cerita yang berbeda.

“Kita semua pamit ya bu dinar… sekali lagi terimakasih karena kita masih dibolehin main kesini…” Sowon tersenyum lembut mengucapkannya.

“Justru ibu yang makasih, karena kalian ternyata masih mau menyempatkan berkunjung menengok anak-anak di panti… ‘Ibu’ pasti bangga…”

Mereka semua paham, kata ‘Ibu’ yang Bu Dinar maksud. Sosok ibu yang memang merawat mereka sedari kecil, tanpa rasa terbebani sama sekali. Meskipun raganya sudah tidak bisa mereka peluk, suaranya tidak bisa mereka dengar. Namun jasanya akan selalu mereka kenang.

Yang lain mungkin bisa menahannya, namun tidak bagi Dokyeom, Eunha serta Yerin yang kali ini tidak bisa menahan air matanya.

“Kami pamit berangkat…” Joshua pamit tersenyum, rangkulan hangatnya menguatkan Yerin. Menepuk-nepuk pundak gadis yang hanya selisih satu tahun dengannya itu.


Setelah menempuh kurang lebih 3,5 jam perjalanan menuju Pantai Karang Bandung mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. Semuanya melakukan check-in terlebih dahulu untuk menaruh sebagian barang untuk bermalam.

Pukul 2.46 mereka sampai di sana, tengah-tengah antara siang hari menuju sore.

Sampai di pantainya mereka semua sibuk masing-masing, menikmati hamparan laut biru. Joshua, Woozi, Minghao, Dokyeom serta Mingyu dan Dino memilih bermain volly pantai.

Sebagian yang lain memilih berjalan-jalan disekitaran pantai, berfoto-foto atau berdiam diri menikmati suasana.

Hari ini angin laut cukup kencang, jadi tidak begitu terasa panasnya.

“Cihh bola mata lo keluar tuh!”

Sebuah sapaan yang lebih tepat seperti sindirian itu membuat Jeonghan menolehkan pandangannya ke arah samping kanan, laki-laki itu tersenyum tipis.

“Diliatin doang ditembak kagak.” lagi-lagi kalimat sindirian itu keluar dari gadis bermarga Hwang itu. Sinb memilih ikut duduk di bawah pohon tepat di samping Jeonghan yang meneduh dari teriknya matahari.

“Sok tau bocil.”

Sinb melotot tak terima dikatain bocil oleh Jeonghan.

Yang Sinb maksud adalah Jeonghan yang terlihat kedapatan memperhatikan Sowon dan Wonwoo yang sepertinya sedang asik mengobrol dan jalan santai di sepanjang pantai.

“Kalo suka tuh bilang bang, tembak gitu, jangan cuma diliatin. Nanti ditikung orang gimana?” Sinb kembali memancing obrolan.

“Ngomong apasih? Gue gak ada perasaan apa-apa sama Sowon…” kata Jeonghan santai, seolah adalah kebenaran yang dia ucapkan.

Sinb merespon dengan anggukan meledek, “Masa sih?” tanyanya kembali, kali ini Sinb berusaha mencari jawaban yang benar dari binar mata Jeonghan.

“Keliatannya nggak gitu tuh…” Sinb ikut melirik memperhatikan ke arah Sowon dan Wonwoo yang sedang asik berbincang, entah hal seseru apa yang keduanya bicarakan sampai Sinb bisa melihat tawa lebar dari kakak perempuannya itu.

“Keras kepala ya Hwang Eunbi ini?” Jeonghan mencubit pipi Sinb gemas. Berusaha tenang menjawab pertanyaan perempuan itu.

Sinb merespon kesakitan, serta menatap nyalang ke arah Jeonghan yang seenaknya mencubit pipinya. Sinb tau dia menggemaskan, tapi Sinb tidak bisa membiarkan pipinya di uyel-uyel seperti adonan roti.

“bang jeonghan, bang joshua, bang seungcheol kalian semua terlalu obviusly naksir sama mba sowon tauuuu!”

Jeonghan tertawa mendengarnya, memang semua orang mungkin akan berpikir demikan. Melihat selalu ada api diantara mereka ber-empat.

“Gue jelasin ya, wajar lo bilang gitu karena gue, seungcheol, joshua dan sowon itu udah dari kecil main sama-sama sebelum akhirnya lo lo pada nonggol. Bahkan kita tuh satu sekolah, satu kelas terus sampai masa SMP. Dan sowon itu perempuan diantara kita, jadi wajar gue dan yang lain ada rasa kompetisi dalam ngelindungi dan ngejagain dia. Konteksnya sebagai sahabat…”

Sinb menyimak dengan baik cerita Jeonghan, kedua lututnya ia peluk, sementara dagunya bersandar disana, melirik menatap serius Jeonghan seolah seru sekali mendengarkan Jeonghan bercerita.

“Tapi yang gue denger bang joshua pernah pacaran sama mba sowon artinya dalam persahabatan kalian pasti gak menutup kemungkinan ada yang saling suka atau menyimpan rasa kan bang?”

Cerdas, boleh Jeonghan memuji adik tidak sedarahnya itu?

“Perasaan seseorang itu siapa yang tahu sih? selain diri sendiri? lo bener, mereka pernah pacaran tapi itu dulu banget, jaman jaman remaja ingusan. Ya itu sih gue gak ngurus ya, yang jelas pas mereka pacaran pun… enggak— ada yang berubah… kita tetep bersahabat biasa…”

Ada keraguan yang Sinb lihat dari ucapan terakhir Jeonghan, seperti ada dalam dilema. Dari pada itu semua, Jeonghan lebih mengkhawatirkan ada seseorang yang jauh lebih keras berusaha menyembunyikan perasaannya lebih dari pada itu kepada Sowon.

Tingg!!

Ponsel Jeonghan berbunyi, notifikasi pesan masuk di ponselnya.

“Dihhh siapa tuhhh!!” Sinb terkejut melihat wallpaper ponsel Jeonghan yang ternyata ada sosok perempuan.

“Bang itu siapaaa??!!“ Sinb berusaha merebut ponsel yang digenggam Jeonghan, kepo dengan wajah perempuan yang terpampang di layar ponsel seorang Jeonghan. Tentu Sinb tidak berhasil karena kalah cepat dengan Jeonghan yang langsung bangun beranjak dari tempat.

“Dih gitu main rahasia-rahasiaan…” Sinb bersedekap dada, mengeluarkan jurus ngambeknya. Tanpa menghiraukan ucapan Sinb, Jeonghan membalas pesan singkat tersebut dengan senyum merekah yang bisa Sinb lihat dengan jelas. Sinb berusaha mengintip namun gagal karena Jeonghan yang menahan gadis itu.

Sinb bercecak kesal, “janji deh gue gak kasih tau siapa-siapa bang pleaseeee…” ucapnya memohon mengeluarkan jurus andalan puppy eyes. Tentu Jeonghan tidak mudah luluh dengan itu semua.

“Lo pikir gue percaya?“

Jeonghan memelet meledek, kemudian berlari meninggalkan Sinb. Terjadilah kejar-kejaran ala Tom & Cat alias Tomcat haha.

“Bang siapaaa ituu?? pacar loo??” teriak Sinb tak menyerah mengejar Jeonghan.

Laki-laki itu terkekeh, “Kepo bocil” lagi-lagi ultimatum itu keluar dari mulut Jeonghan.

“Inisal deh inisallll” Sinb masih pantang menyerah meskipun harus kejar-kejaran dan bergelut ria dengan Jeonghan.

“N inisial N”

Setelah itu keduanya berhenti, mengatur nafas satu sama lain. Sinb benar-benar dibuat kelelahan oleh Jeonghan, gadis itu bertolak pinggang mengatur nafas.

“Hahhhh hahhhh huhhh N apa N? Ningsih? Nunung? Nanang?” tebak Sinb asal dan bercanda yang justru mendapatkan sentilan di dahinya dari Jeonghan.

“Pokoknya N!” setelah itu Jeonghan kembali berlari meninggalkan Sinb, Sinb sih udah nyerah ngejar Jeonghan. Bodoamat deh dia, yang penting udah dapet kisi-kisinya dari Jeonghan bahwa gadis itu berinisial N.

Mungkin saja semua nama yang tadi dia sebutkan adalah salah satunya? Ahahaha.

Disis lain, perempuan dan laki-laki yang sempat menarik perhatian Jeonghan terlihat masih asik berseda gurau.

“Cie semalem ngedate ya?” ledek Sowon membuat laki-laki berkacamata itu sedikit tersipu malu.

“Cerita dong udah sampe mana? hahaha” godanya lagi.

Wonwoo menggeleng, menyimpulkan tawanya. “Gak sampe mana mana mba…”

Sowon mengerut bingung, “Lo sih gak gercep.”

Disela-sela perbincangan keduanya terlihat dari ujung pantai, perempuan yang menjadi incaran hati seorang Jeon Wonwoo tengah asik bercanda bermain air di sana dengan laki-laki yang terlihat sangat akrab dan dekat sekali dengan gadis itu.

Sowon sangat peka dengan itu, “Gak usah cemburu, Hoshi sama Yerin emang udah kayak adek kakak aja…” ucap Sowon menenangkan, namun rasa kekhawatiran itu tidak bisa Wonwoo pungkiri.

Kesembilan belas dari mereka memanglah sudah seperti saudara satu sama lain meski darah yang mengalir pada mereka adalah berbeda. Pembatas itu tetap ada, antara laki-laki dan perempuan.

Wonwoo berdecak, laki-laki itu sedikit membenarkan posisi kacamatanya. “Gue tuh gak tau ya mba…” Sowon menyimak kalimat Wonwoo yang belum diselesaikannya itu.

“Yerin tuh kerasa abu-abu banget buat gue… gue gak tau dia peka sama perasaan gue atau nggak, tapi rasanya selalu ada tembok yang membatasi kita… keliatannya sih deket tapi nyatanya Yerin jauh banget dari genggaman gue mba…”

Kalimat yang sangat terdengar dalam di telinga Sowon, gadis itu sendiri tidak begitu paham perjalanan romansa antara Yerin dan Wonwoo sudah sejauh apa.

“Tapi keliatannya Yerin kayak yang suka juga sama lo tuh nuu…”

Wonwoo menggeleng, “Dia nggak sehangat keliatannya, kalo lagi sama kalian-kalian gue ngerasain itu, tapi kalo dia lagi sama gue, Yerin keliatan dingin banget… jauh lebih cuek… bahkan kalo lagi berdua aja sama dia, gue nya yang jadi semakin canggung buat interaksi lebih sama dia…” Sowon menepuk-nepuk pundak laki-laki berkacamata itu, sebagai bentuk simpatinya.

“Gue kasih tau ya, cewek kalo suka sama cowok tuh justru biasanya yang keliatan malah sebaliknya… yang keliatan cuek belum tentu cuek… maksud gue adalah biasanya itu reflek kita lakuin sebagai cewek cuma buat nguji sejauh mana cowok yang ngedeketin kita tuh kuat kalo kita cuekin dan sebagainya…” jelas Sowon.

“Tapi cowok juga bisa capek mba di cuekin dengan dalih menguji…”

“… inget only allah can test us, am i right?” lanjut Wonwoo yang justru malah merespon dengan jokes ala-ala untuk mencairkan suasana dirinya sendiri.

to be continued…